Fitrah Seorang Hamba

00.30



Bismillah ..

Menemani pagi diruang yang berbeda, dengan segudang kesibukan yang menguras segala rasa. Kali ini bukan denting jarum jam yang setia menemani. Gemericik air turut memecah keheningan. Masih ada kamu disini, meski tak nampak di sampingku, namun seolah menghipnotisku untuk tetap berjuang dalam meraih cita. Tetap kamu selamanya. Ibu.

Menikmati fitrah yang diberikan Allah memang sungguh membahagiakan. Mencintai dan dicintai memang sudah sepatutnya kita lewati dengan penuh kebahagiaan. selain fitrah, mencintai dan dicintai merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi setiap individu. Tidak sedikit manusia yang gagal menyelesaikan kehidupan hanya karna kebutuhannya tidak terpenuhi. Jika kebutuhan tersebut tidak tercapai, maka akan ada fase fase perawatan dalam hal ini. Yuk cari pendamping perawat biar dicintai. (#eh. Lupakan)

Bicara cinta memang sulit. Karena yang kita selami perihal hati, dan hati kita adalah milik Allah. kepada siapapun kita jatuh hati, itu adalah pilihanNya. Dan tentunya terkandung banyak sekali maksud didalamnya. 

Segala sesuatu pasti ada resikonya. Termasuk mencintai dan dicintai. Ada tanggung jawab yang harus kita lakukan, dan ada pula hak yang seharusnya kita dapatkan. tanggung jawab perihal hati, sulit dijelaskan dengan kata-kata. Namun hal inilah yang banyak menuai konflik. 

Sebelum menyelami hati semakin dalam, dan berakhir baper (hahhaha) saya lebih suka bicara tentang fitrah seorang hamba. Karna ini bisa jadi alasan terkuat dalam memantaskan diri. Semakin siap diri kita maka Allah akan mempercepat mendatangkan fitrah-fitrah kita sebagai wanita. Termasuk fitrah mencintai dan dicintai seorang laki-laki. 

Merupakan fitrah laki-laki ialah 
memiliki kekuatan fisik lebih besar di bandingkan perempuan
karena ia dituntut menjadi kepala keluarga 
yang berkewajiban memenuhi nafkah keluarganya
menyediakan tempat tinggal, pakaian, dan 
menjadi pelindung bagi seorang perempuan (isteri) 
dan anak-anaknya. 

Allah berfirman : 
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), 
karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) 
atas sebagian yang lain (perempuan) , 
dan karena mereka (laki-laki) telah memberi nafkah dari hartanya.“ 

(QS. An-Nisa : 34)

Terkesan lebih banyak laki-laki yang disebutkan dibandingkan dengan wanita. Namun didalamnya ada makna yang tersirat. Yaa, wanita memang diciptakan dalam keadaan lemah, namun ia memiliki kelembutan hati yang dalam. Kasih sayang yang lebih besar dari pada laki-laki. 

Itulah mengapa do’a seorang ibu menjadi keramat bagi anak-anaknya. Karna doa seseorang yang penyayang lebih cepat dikabulkan oleh Allah. Allah tidak menciptakan sesuatu kecuali ada maksud hikmah didalamnya. 

Termasuk menciptakan seorang wanita dengan kelemahan fisik namun besar dalam hal kasih sayang. Kondisi ini sengaja difitrahkan kepada kaum hawa karena dengan kelembutan hati dan kebesaran kasih sayangnya seorang wanita diharapkan dapat menjadi pendidik dan pembimbing pertama bagi putra-putrinya.

Mudah saja bagi Allah memberikan segala ilmu untuk kita. Namun Allah lebih mencintai orang-orang yang berusaha dalam sesuatu hal. menjadi seorang pendidik dan pembimbing pertama untuk buah hati sungguh bukan hal yang mudah. 

Sebelum kita merisaukan pertanyaan-pertanyaan tetangga tentang “kapan nikah” cobalah bertanya pada diri sendiri. sudah siapkah kita menjadi seorang bunda ? 

Perlu banyak bekal untuk mencapai kesiapan mental. Contoh simple. dalam ilmu psikologis, bayi baru lahir yang notabene belum mengerti tentang dunia, ia bisa merasakan bagaimana cara seorang ibu menerima kehadirannya. Ketika ibu menusui bayinya, dengan tidak adanya tatapan mata pada bayi yang sedang disusuinya dapat mengurangi ikatan batin seorang ibu dan anak. Padahal salah satu faktor pencegah kenakalan pada seorang anak adalah kuatnya ikatan batin antara ibu dan anak.

Lalu bagaimana perihal cara kita komunikasi dengan anak, cara kita mendidik seorang anak, bukan hal yang tidak perlu dipersiapkan oleh seorang wanita. 

Entah akan berkarir atau menjadi ibu rumah tangga, seorang wanita wajib berpendidikan tinggi. Karena ia akan menjadi seorang ibu. Ibu-ibu cerdas akan menghasilkan generasi yang cerdas pula. Dan generasi-generasi yan cerdas akan mengangkat derajad bangsa. Peran seorang ibu tidak hanya menentukan masa depan anak-anaknya. Namun kejayaan negara kita pun turut membutuhkan andil seorang wanita.

Seorang wanita memang akan menjadi madrasah pertama bagi putra-putrinya. Namun Anda wahai ayah. Laki-laki adalah kepala sekolah bagi mereka. Tentu seorang kepala sekolah mempunyai beban lebih berat dan dituntut untuk dapat menyelesaikan segala tanggung jawabnya. 

Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah 
Dia menciptakan pasangan-pasangan dari jenismu sendiri
agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya. 
Dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. 
Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat 
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir (

QS. Ar-Rum : 21) 

Menjadi kata “pasangan” berarti saling melengkapi. Saling bersinergi dalam segala hal. perbedaan kodrat dan fitrah antara adam dan hawa akan merajut dan memasangkan yang berbeda. Berawal dari perbedaan itulah akan tercipta rumah rumah surga. Tidak hanya didunia, membangun rumah di Firdaus adalah tujuan akhirnya.

Bagi pembaca yang tetap setia dalam istiqomahnya, teruslah melangkah tanpa tapi. Perbaiki diri hingga kita lupa bagaimana cara untuk berbalik arah tanda genggamanNya. Yakinlah sekirannya kita telah pantas maka Allah akan mempertemukan. Membangun keluarga bukan hal yang mudah. Perlu jatuh bangun dalam berlatih.

Dan bagi pembaca yang telah diberikan keindahan berumah tangga, jangan pernah lengah dalam menjadi seorang kepala sekolah dan guru terbaik. sungguh bangsa kita sangat membutuhkan peran kalian. 


You Might Also Like

2 komentar

  1. Setuju sekali dengan tulisannya.^^

    Karena akan menjadi ibu, maka pendidikan perempuan harus tinggi, bahkan lebih tinggi dari laki-laki.

    BalasHapus
    Balasan
    1. kita sependapat bunda, semoga cepet nyusul bunda hehhe

      Hapus