Kekuatan Hati (Bagian 3)

05.13




Bismillah ..

Rintik gerimis terkadang tak adil. Tak ada pelangi hadir berkoloni. Entah jenuh dengan senja yang kian tak berarti. Atau sengaja bersembunyi dibalik tirai tak terintai.

Apalah arti gerimis jika matahari setia menjadi sumber kekuatan bumi. Segala yang turun ke bumi adalah atas ijin Allah dan banyak mengandung khikmah didalamnya.

Menjadi sumber kekuatan adalah Dia. Bagi setiap qolbu yang lagi-lagi rapuh. Tak pernah bosan jika waktu menyudutkan kita kepada sepetak alas yang menemani kita dalam setiap munajat.

Hati pun butuh nutrisi. Barang kali ia sakit. Barangkali ia terluka. Bagaimanapun ia, wajib bersampul senyuman. Kita yang bertanggung jawab atas kesehatannya. Atas kekokohan pondasinya.

Jika Allah mengijinkan ia terluka, mengijinkan ia sakit. Bisa jadi pondasi butuh runtuh untuk diganti dengan yang baru. Merakit setiap kekuatan hati demi menjaganya agar tetap setia dalam cintanya.

Lalu bagaimana rakitan ketiga dalam mempertahankan pondasi ?

Barangsiapa meninggalkan makanan yang berlebihan,
ia akan diberi kenikmatan dalam beribadah

Makanlah ketika lapar dan berhentilah sebelum kenyang. Makanlah secukupnya dan jangan berlebihan, karena tabdzir (berlaku mubazir)adalah perbuatan setan. Begitulah Rasulullah yang mulia mengajarkan kita tentang etika di meja makan.

Fenomena yang terjadi sekarang justru sebaliknya. Kini begitu banyak manusia yang menyia-nyiakan makanan. Kita bisa melihatnya di acara-acara mewah. Baik pernikahan atau pesta ulang tahun. Begitu juga di tempat makan, seperti kantin, restoran, dan rumah makan. Disana butir-butir nasi tergeletak di piring. Semua itu terjadi karena kerakusan. Terjadi karena sang pemakan tak mampu mengukur kapasitas yang mampu ia habiskan.

Kita perlu tahu, di belahan bumi yang lain, masih banyak saudara-saudara kita yang kelaparan. Kita disini membuang-bung nasi. Sementara mereka disana mengais-ngais hingga di kotak-kotak sampah. 

Nauzubillah, sungguh kitalah yang berada dalam sebenar-benarnya kerugian.


Jangan biarkan hati kita berlarut-larut dalam kelalaian. Mari kita renungkan bahwa kelak setiap butir nasi akan dimintai pertanggungjawaban.

You Might Also Like

0 komentar