Kekuatan Hati (Bagian 5)

08.14




Bismillah ..

Semilir angin diiringi dengan lantunan ayat-ayat suci yang saling bersautan, menjadi teman terbaik malam ini. Ramadhan. Ini ciri khas bulan penuh kebahagian bagi kita. Bersemangat menomerduakan segala urusan dunia dan berlomba-lomba untuk lebih bersahabat denganNya. Meraih segala keagungan cintaNya.

Membangun pondasi setiap lapisan qolbu menjadi kewajiban setiap diri. Kelembutan dan kekuatan menjadi satu dalam sebuah wadah bernama hati. Menjadi sebaik-baik makhlukNya adalah ketika kita benar-benar kokoh dalam memperjuangkan agamanya, ditengah-tengah kesempatan kita untuk menduakanNya.

Bukan hati seorang muslim namanya ketika kita tak pernah runtuh jika berhadapan dengan sang maha Cinta. ketika kita bersanding dengan membawa segala dosa dihadapan sang pemilik hati.

Dan juga bukan hati namanya ketika kita tak kunjung membangun pondasi ditengah-tengah kerapuhan yang ada. Berkali-kali terpelosok dan kemudian bangkit.

Bukan tentang bagaimana kehinaan kita. Namun seberapa besar cinta dan keagunganNya terhadap kita, manusia. Lalu bagaimana kita terus menangisi segala dosa, dan kemudian kembali berusaha membangun iman sebagai pondasi dan landasan sebuah hati.

Sungguh, cintaNya lebih kali lipat berharganya jika dibandingkan dengan langit dan bumi sekalipun. MencintaiNya akan menjadikan segala sesuatu mudah. Karena landasan diri adalah cinta kepadaNya. dunia tak lagi berharga, langit dan bumi seolah menjadi simbol kecintaan kita kepada Dia pemilik Cinta.

Barangsiapa yang meninggalkan cinta dunia 
ia akan diberi kecintaan kepada akherat.

Orang yang cerdas adalah orang yang mengevaluasi dirinya dan beramal untuk persiapan setelah mati. Orang yang lemah akal adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan banyak berangan-angan kepada Allah (HR. Tirmizi).

Rasulullah telah memberi teladan bagi kita. Suatu hari, Rasulullah masuk ke rumah Siti Fatimah. Beliau mendapati putrinya sedang menggiling biji-biji gandum dengan air mata berlinang. Fatimah segera menyeka air matanya saat menyadari kehadiran Ayahanda tercintanya.

“Wahai buah hatiku, apakah yang engkau tangiskan itu ? semoga Allah menggembirakanmu” tanya Rasulullah.

“Wahai Ayahanda, sesungguhnya anakmu ini terlalu penat karena harus menggiling gandum dan mengurus segala urusan rumah tangga seorang diri. Wahai Ayahanda, kiranya tidak keberatan, sudikah Ayahanda meminta suamiku menyediakan seorang pembantu untukku?” jawab Siti Fatimah mengiba.

Lelaki mulia itu tersenyum seraya mendekati tempat penggilingan tepung. Dengan mengucapkan bismillah, Rasulullah meletakkan segenggam gandum ke dalam penggilingan. Dengan izin Allah, berputarlah penggilingan itu dengan sendirinya. Batu penggilingan itu tidak berhenti sebelum Rasulullah menghentikannya.

Siti Fatimah sangat gembira mendapatkan hadiah istimewa dari Rasulullah itu. Kemudian, Rasulullah berkata kepada putrinya tersebut,

“Wahai Fatimah, Gunung Uhud pernah ditawarkan kepadaku untuk menjadi emas. Namun ayahmu lebih memilih kebahagiaan di akhirat untuk keluarga kita.”

Itulah sekilas potret manusia mulia yang tak tergantikan. Sebuah epik yang sangat menohok kesadaran kita. Jangan biarkan hati kita bersandar kepada dunia.

Mari berlatih mulai dari sekarang. Mari merenungi bahwa saat kita mati nanti, hanya amal yang kita bawa. Kita sama sekali tak membawa harta, selain kain kafan yang membebat tubuh kita.


Tidak ada bahaya bagi iman, kecuali kecintaannya kepada dunia. 
Tidak ada bahaya bagi hati, 
kecuali kecondongannya kepada perhiasan dunia. 
Bila iman rusak dan hati hancur, 
apalagi yang akan dibawa seseorang dihadapan Allah nanti. 

Imam Hambali.

You Might Also Like

5 komentar

  1. Wah, terima kasih diingatkan Mba.

    BalasHapus
  2. Saya termasuk orang yg selalu takut untuk membaca tulisan mbk Mifta.
    Selalu merasa bnyk dosa setelah baca tulisan2 mbk.
    Merinding ...
    Makasih mbk Mifta, senantiasa melakukan syiar lewat postingannya.

    BalasHapus
  3. Podo her...makasih juga mb mifta

    BalasHapus
  4. Podo her...makasih juga mb mifta

    BalasHapus
  5. Ya Allah... lembutkanlah hati kami... jangan jadikan hati ini condong pada dunia...

    BalasHapus