Kekuatan Hati (Bagian 6)

16.43




Bismillah ..

Mendung menemani sore ini. Tetap indah meski terlihat suram. Cahaya yang lamat-lamat pulang digantikan oleh sang bulan. Senja. Berdiri di gedung lantai 3 membuat kami sekejam menikmati senja, menunggu waktu buka puasa.

Sesekali bercerita tentang matahari dan bulan. Entahlah ocehan apa yang sedang kami bicarakan. Yang pasti masih tentang ciptaanNya. Lukisan-lukisan Tuhan yang indah membuat kami berdiri terpaku mengagumi segala KeagunganNya.

Menjadi makhluk sosial pastilah kita pernah bersinggungan lewat kata. Sama-sama tersandung dengan lidah kita masing-masing. Apalah daya, diri hanya seorang manusia berlumur dosa.

Sekali waktu sempat terlintas tentang apa yang pernah kita lakukan. Tentang sebuah dosa yang tak pantas. Tentang aib orang lain yang kita ketahui, terkadang kita justru pernah melakukan hal yang sama. Beruntung kita berhasil menutupinya.

Beruntung ? benarkah karna kita pandai menutupi segala kesalahan yang kita lakukan, hanya untuk terlihat “seperti orang baik” dimata manusia ? Bukan. Allah yang menutupi segala kesalahan kita sehingga diri kita terlihat seolah baik baik saja.

Pandai melihat kesalahan orang lain, namun begitu bodoh untuk menilai diri sendiri. itulah kita, manusia. Terlebih saya.

Barangsiapa mengalihkan perhatiannya kepada aib orang lain, 
ia akan diberi kemampuan 
untuk memperbaiki aibnya sendiri.

Ini tentang membicarakan keburukan orang lain. Kita hampir menemukannya dimana pun dan kapan pun. Yang menyedihkan, kita pun terkadang terjerembab disana. Kita sengaja ataupun tidak, ikut memeriahkan pesta mengolok-olok aib dan keburukan orang lain.

Padahal Rasulullah junjungan kita telah mengingatkan kepada umatnya, lewat sabdanya yang begitu jelas (HR Muslim) :

“Tahukah engkau apa arti ghibah itu ?” tanya Rasulullah.

“Allah dan rasulnya lebih tahu !” jawab para sahabat.

“Yang menyebut saudaramu dengan apa-apa yang tidak suka disebutnya.”

“Bagaimana jika memang sebenarnya ada padanya ?” tanya para sahabat

“Kalau memang sebenarnya begitu, itulah yang bernama ghibah. Tetapi jika ia menyebut apa-apa yang sebenarnya tidak ada, berarti engkau telah menuduhnya dengan kebohongan yang lebih besar dosanya.”

Itulah konsekuensi dari dosa ghibah ini. Terlihat remeh tampaknya, tapi begitu besar artinya di sisi Allah. barangsiapa meninggalkannya, akan dihujamkan kepadanya kemampuan untuk senantiasa memperbaiki dirinya.

Wahai diri, jangan lelah untuk terus memperbaiki hati. Ini salah satu petunjuk bagi kita. Bagi setiap insan yang haus akan ilmu tentang muhasabah diri.

Dengan menjauhi segala tentang penilaian orang lain, membicarakan hal yang tidak disukai oleh pemiliknya. Yakinlah Allah akan memperluas jalan kita untuk memperbaiki diri, jika kita berhasil menutup rapat segala aib setiap hamba.

Sibuklah dengan diri kita. Risaulah dengan kesalahan sekecil apapun yang pernah kita lakukan. Berpura-puralah untuk tidak peduli dengan kesalahan orang lain. Sehingga mulut dan telinga kita senantiasa terjaga dari hal yang disebut Ghibah.


Mulailah kembali segala yang pernah rapuh, bangkitlah. Bangun kembali pondasi agar kekuatan hati ini tetap kokoh menuju jalanNya. 

You Might Also Like

4 komentar